Jakarta –
Seorang dokter dan peneliti di Universitas Stanford berbagi kisahnya melawan kanker paru-paru stadium 4. Meski bukan perokok, ia mengaku kaget saat mengetahui dirinya mengidap kanker paru-paru.
“Kanker ini tidak menimbulkan gejala sampai stadium lanjut. Dan jika seseorang pergi ke dokter layanan primer dan berkata, 'Saya sedang batuk,' mungkin ada sejuta hal lain selain kanker paru-paru,” kata Dr. Bryant Lynn, dikutip oleh situs web Universitas Stanford.
Dalam beberapa dekade terakhir, kejadian kanker paru-paru di kalangan bukan perokok telah meningkat secara signifikan dibandingkan dengan bukan perokok.
iklan
Gulir untuk melanjutkan konten.
Meskipun merokok merupakan penyebab sebagian besar kasus kanker paru-paru, di antara mereka yang tidak pernah merokok, kanker paru-paru kini menjadi penyebab utama kematian terkait kanker kelima di seluruh dunia, menurut sebuah penelitian tahun 2023 yang diterbitkan dalam National Review of Clinical Oncology.
Penelitian menunjukkan bahwa dua kelompok non-perokok sangat rentan terkena kanker paru-paru: perempuan dan orang Asia. Menurut statistik, wanita yang tidak pernah merokok memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker paru-paru.
Meskipun faktor lingkungan berperan penting dalam hal ini, beberapa faktor genetik mungkin mempermudah perubahan DNA.
Hal ini terbukti karena kanker paru pada perokok mempunyai perubahan genetik yang berbeda dengan kanker paru pada bukan perokok. Hal ini termasuk mutasi EGFR, Ki-67, dan hTERT, yang sebagian besar terjadi pada perokok, serta mutasi p-AKT dan p27 pada perokok yang tidak pernah merokok.1
Perbedaan juga telah diamati dalam bagaimana mutasi penyebab kanker berkembang.
Bagi mereka yang belum pernah merokok, sebagian besar mutasi ini bisa terjadi saat lahir. Oleh karena itu, diperlukan beberapa mutasi agar sel menjadi ganas. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa orang yang bukan perokok terkena kanker paru-paru lebih awal dibandingkan perokok.
(kna/kna)