Jakarta –
Judi online telah menjadi fenomena yang sangat besar dan meresahkan di masyarakat. Tidak hanya berkaitan dengan faktor sosial saja, namun permasalahan ini rupanya juga berkaitan dengan masalah kecanduan manusia.
Kepala Bagian Psikiatri RSCM dr Kristianna Siste Kurniasanti SpKJ mengatakan pada tahun 2021, 2 persen penduduk Indonesia mengalami kecanduan judi. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Christian dan sebagian pecandu judi online tidak menyadari bahwa mereka mempunyai masalah kecanduan judi.
Namun, hanya 18,5 persen dari 2 persen yang terdiagnosis kecanduan judi merasa tidak mengalami kecanduan judi, kata dr Christina dalam jumpa media, Jumat (8/11/2024).
iklan
Gulir untuk melanjutkan konten.
Dr Christina menjelaskan, ada beberapa faktor yang membuat pasien kecanduan judi online sulit untuk bertobat dan menghentikan kebiasaannya. Salah satunya adalah pola pikir yang salah dan fokus pada prestasi.
Faktanya, kerugian yang dialami oleh para pecandu judi online seringkali jauh melebihi kemenangannya.
“Banyak pemikiran yang salah dan tidak masuk akal yang membuat seseorang fokus pada kemenangan. Misalnya menang Rp 80 juta, tapi total kalah Rp 2 miliar. Menang 50 juta rubel, tapi kalah Rp 3 miliar. Yang selalu diingat adalah menang. , “katanya.
Alasan lain mengapa seseorang berhenti bermain judi online adalah tradisi keluarga yang membantu melunasi hutang. Budaya keluarga seperti ini sering dimanfaatkan oleh penderita kecanduan judi online, untuk terus bermain tanpa takut terlilit hutang atau kesulitan.
Penjudi online ‘termotivasi’ untuk berhenti berjudi setelah mereka menang dan mendapatkan uang yang mereka inginkan. Namun kenyataannya ia tidak berhenti setelah menang atau kalah.
“Orang tua atau keluarga berharap orang tersebut berhenti berjudi lagi. Namun setelah dia tidak mempunyai hutang, muncullah ide baru, yaitu: “Saya tidak ada masalah, tidak ada hutang, jadi kalau saya berjudi lagi. Tidak apa-apa, dan saya yakin saya bisa berhenti dengan cepat.
(avk/kna)